Di sebuah perkampungan, ada satu keluarga
yang kehidupannya sehari-hari sangat miskin. Keluarga itu terdiri dari Bapak, Ibu dan
tujuh orang anak perempuan. Dari kemiskinan keluarga
ini mengakibatkan makanpun sangat terbatas. Jika orang tuanya
hendak makan menunggu saat malam hari ketika ketujuh
anaknya tidur. Suatu malam orang tuanya sedang makan tiba-tiba
anaknya yang tua merintih lalu bangun dari tidurnya dan adik-adiknya yang
lainpun terbangun. Lalu ikut makan
bersama, akibatnya orang tuanya makan tidak kenyang, demikian
seterusnya. Akhirnya orang tuanya kesal dan berniat untuk membuang
ketujuh anaknya itu. Namun niat jahatnya
itu segera diketahui oleh Si Bungsu.
Keesokan harinya sang ayah mengajak ketujuh anaknya
pergi ke hutan dengan alasan ingin mengambil bambu. Si Bungsu yang
memang telah mengetahui rencana Ayahnya itu dengan tenang mengikuti perintah tersebut, dan secara diam-diam Si
Bungsu membawa buah kemiri sebagai tanda jejak agar tidak
tersesat pulang. Ternyata benar, ketujuh bersaudara itu
ditinggalkan si ayah di dalam hutan, namun si Bungsu yang
cekatan, akhirnya mereka dapat kembali dengan selamat. Melihat anak-anak
biasa pulang, kedua orang tuanya semakin kesal. Dan esok harinya sang ayah kembali mengajak ketujuh
anaknya pergi ke hutan dengan maksud yang sama. Si Bungsu yang cerdik, dia lalu membawa jagung untuk tanda jejak, Namun apa
yang terjadi, jagung yang disebarkan itu habis dimakan
burung. Akhirnya tersesatlah mereka.
Membawa nasib yang malang ketujuh bersaudara ini terus menyelusuri
hutan rimba selama berbulan-bulan. Kemudian mereka tiba di sebuah
ladang. Ladang itu dihuni oleh sepasang raksasa. Ketujuh
saudara itu bersepakat untuk membunuh raksasa itu dan
akhirnya dengan segala daya upaya terbunuhlah raksasa itu.
Di ladang raksasa itu, ketujuh saudara ini mendirikan tujuh buah gubug
masing-masing untuk seorang. Pekerjaan mereka bertani menanam padi dan bunga-bunga yang
indah dan harum. Sewaktu ketika datang seekor elang ke ladang kakaknya yang
tua. Maksud kedatangan elang tadi hendak menumpang bersarang dan
bertelur di bunganya, tetapi putri tertua itu tidak mengizinkan maksud
elang ini. Begitu pula adik-adiknya yang lain. Akhirnya
sampai pada si Bungsu. Si Bungsu yang baik hati,
dia mengizinkan elang itu bersarang dan bertelur di bunganya.
Setelah bertelur elang itu menghilang tidak datang lagi. Melihat
keadaan demikian si Bungsu memeriksa sarang burung tadi. Kemudian telur itu
dipindahkannya ke dalam gentong beras di gubugnya.
Seperti biasanya ketujuh bersaudara itu pergi ke
ladang dan pulang setelah sore. Ketika si Bungsu
tiba di gubugnya, dia terkejut melihat ada yang sudah menanak
nasi dan sayur yang enak-enak. Hal demikian berlangsung setiap hari, padahal di
gubugnya tidak ada orang lain.
Pada hari berikutnya, si Bungsu tidak mau pergi ke ladang.
Dia ingin mengintai siapa yang telah berbuat baik
padanya. Lalu terdengar di gubungnya suara orang sedang
memasak, si Bungsu terus mengintip ternyata ada seorang
pemuda tampan yang entah datang dari mana asalnya. Langsung saja si
Bungsu memeluk pemuda itu, dan keduanya tercengang. Rupanya mereka
berdua telah sama-sama jatuh hati, kemudian hubungan mereka
direstui oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup berumah tangga.
Setelah resmi si pemuda itu menjadi suami si Bungsu, timbul niat jahat,
iri dan dengki ke enam saudaranya. Mereka berniat hendak membunuh si Bungsu.
Sebagaimana biasanya mereka pergi ke ladang, dan waktu itu suami
si Bungsu ikut serta. Sesampainya di jembatan, si Bungsu diperintahkan
untuk berjalan lebih dulu, baru saja beberapa langkah
ternyata jembatan yang dilalui itu telah diputuskan talinya oleh ke enam
kakaknya. Si Bungsu jatuh ke dalam sungai yang dalam dan hayut terbawa
arus.
Si Bungsu yang hanyut itu ditelan oleh ikan, dan si Bungsu hidup berbulan-bulan
dalam perut ikan besar itu. Suatu ketika ikan
itu merasa lelah berenang dan ikan itu menepi, untuk
beristirahat. Kebetulan waktu itu ada seorang nenek-nenek yang
sedang mandi, melihat ikan yang besar itu, si nenek berhasrat untuk
memotongnya, namun ikan itu tidak mempan dipotong dengan pisau biasa,
lalu mengikuti isyarat seekor burung yang sedang bertengger di
atas pohon, menyuruh mengambil daun belidung untuk memotongnya,
ternyata benar perut ikan itu dibelah oleh si nenek, dan tentu
saja nenek tersebut terkejut sekali ternyata di dalam perut ikan
itu ada seorang gadis. Akhirnya si Bungsu dibawa
untuk diangkat menjadi anak gadisnya.
Di lain pihak suami si Bungsu berbulan-bulan tidak pernah pulang.
Suaminya terus berjalan mencari isterinya si Bungsu.
Akhirnya suami Bungsu tiba di sebuah gubug dimana Bungsu berada. Di
gubug inilah suami isteri bertemu. Merka menangis sejadi-jadinya dengan
penuh rasa haru dan behagia.
___________________________________________________
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar